Selasa, 03 Mei 2011

SUDAHKAH ANDA MENCERITAKAN KISAH INI PADA ANAK ANDA?

http://akhwat.thaybah.or.id/nasehat/sudahkah-anda-menceritakan-kisah-ini-pada-anak-anda.html

SUDAHKAH ANDA MENCERITAKAN KISAH INI PADA ANAK ANDA?

Pohon Apel

Dahulu kala ada sebuah pohon apel yang sangat besar, dan ada seorang anak kecil yang biasa bermain di dekat pohon itu setiap hari. Dia suka memanjat pohon itu dan makan buah apel. Dan dia suka tidur di bawah rindangnya. Dia sangat mencintai pohon itu, dan pohon itu pun suka bermain dengannya. Tahun demi tahun berlalu dan anak kecil itu tumbuh besar, sehingga dia tidak lagi sering datang ke sana untuk bermain dengan pohon tersebut.

Suatu hari anak itu datang ke pohon tersebut dalam keadaan bersedih. “Ayo bermain denganku!” kata si pohon. Anak itu menjawab, “Aku bukan anak kecil lagi. Dan aku tidak lagi bermain disini sekarang. Aku ingin mainan. Aku perlu uang untuk membelinya.”

Pohon itu berkata, “Maaf, aku tidak punya uang. Tapi kamu bias memetik semua buah apel dan menjualnya untuk mendapatkan uang, lalu belilah mainan itu” Anak itu merasa gembira sekali. Ia mulai memetik semua buah Apel yang ada. Ia tidak pernah datang lagi. Akibatnya pohon itu pun bersedih.

Suatu hari anak itu yang sudah berubah menjadi seorang laki-laki dewasa, datang kembali dan pohon itu pun kembali diliputi kebahagiaan. “Ayo bermain denganku!” kata si pohon. Anak itu menjawab, “Aku tidak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk menghidupi keluargaku. Aku ingin membangun rumah untuk tempat tinggal kami. Apakah kamu bias membantuku?” Pohon itu menjawab, “Maaf, aku tidak punya rumah. Tapi kamu bias memotong seluruh dahan dan cabangku untuk membangun rumahmu.”

Laki-laki itu merasa sangat gembira. Ia mulai memotong seluruh dahan dan cabang, lalu pergi dengan suka cita, Dan pohon itu pun merasa sangat gembira ketika melihatnya bersuka cita.

Anak itu tidak pernah datang lagi setelahnya. Sementara pohon itu menjadi semakin sedih dan sendiri lagi.

Pada suatu musim panas, laki-laki itu kembali dan si pohon pun sangat gembira. “Ayo bermain denganku!” kata pohon itu. Laki-laki itu menjawab, “Aku sudah tua. Aku ingin berlayar untuk merehatkan tubuhku. Apakah kamu bias memberiku sampan?” Pohon itu menjawab, “Aku tidak punya sampan. Tapi kamu bias memotong batangku untuk dijadikan sampan, sehingga kamu bias berlayar jauh dan merasakan kebahagiaan.” Laki-laki itu pun bangkit dan memotong batang pohon itu lalu membuatnya menjadi sampan. Ia memakai sampan itu untuk berlayar dan tidak kembali utnuk jangka waktu yang lama.

Akhirnya, setelah sekian tahun lamanya, laki-laki itu kembali lagi, dan si pohon berkata, “Maaf, anakku! Aku tidak punya apa-apa lagi yang bias kuberikan kepadamu. Tidak ada lagi apel yang bias kau makan.”

Laki-laki itu menjawab, “Tidak apa-apa. Karena aku sudah tidak punya gigi yang kuat untukmakan apel.”

“Aku juga tidak punya batang yang bias kau panjat” kata pohon itu.

“Aku terlalu tua untuk melakukan hal itu sekarang,” jawab laki-laki itu.

Sambil berlinang air mata pohon itu berkata, “Aku benar-benar tidak bias memberimu apa-apa. Satu-satunya yang tersisa adalah akar-akarku yang mati.”

Laki-laki itu berkata, “Aku merasa lelah sekali setelah sekian tahun lamanya.”

Pohon itu menjawab, “Bagus sekali, akar-akar pohon yang tua adalah tempat paling baik untuk bersandar dan beristirahat. Kemarilah, mendekatlah kepadaku, duduklah dan beristirahatlah bersamaku.” Laki-laki itu pun duduk di depan pohon tersebut. Pohon itu merasa sangat bahagia dan tersenyum sambil menitikkan air mata bahagia.

Ini adalah kisah tentang kita semua. Pohon itu ibarat Ibu dan Bapak kita. Sewaktu kecil, kita suka bermain bersama ibu dan bapak kita. Ketika beranjak dewasa, kita meninggalkan mereka dan tidak datang kepada mereka, kecuali bila kita membutuhkan mereka saat kita ditimpa masalah. Dan apapun yang terjadi, ayah dan ibu kita selalu siap memberikan apa saja yang bisa membuat anak-anak mereka bahagia dengan kasih saying mereka.

Barangkali anda beranggapan bahwa perlakuan anak itu terhadap pohon sangat liar (tidak beradab). Akan tetapi kita semua juga memperlakukan kedua orang tua kita dengan cara tersebut.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS.Al-Isro’: 23)

Itulah kasih sayang ibu dan bapak kepada anaknya yang jikalau seseorang membalasnya dengan menaikkan haji ibunya atau bapaknya (thawaf) dengan menggendongnya tentulah itu tidak dapat melebihi kebaikan mereka kepada anaknya. Wahai anak manusia berbaktilah ibu dan bapakmu, janganlah kalian durhaka kepadanya. Raihlah surge darinya, sungguh merugilah orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya, namun dia tidak masuk surga karenanya.

Allah – subhanahu wata’ala – mengasihi hamba-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Renungkanlah wahai saudara dan saudariku apa yang telah kita lakukan untuk-Nya, larangan apa sajakah dari syari’at-Nya yang kita terlantarkan. Kita sering meninggalkan panggilan-Nya, mengabaikan perintahnya. Seandainya seluruh lautan menjadi tintanya tentulah tidak akan cukup untuk menulis rahmat Allah kepada hamba-Nya. Kita memohon ampun dan memohon pertolongan kepada Allah – azza wa jalla -. Semoga kita kembali kepada-Nya dengan membawa hati yang selamat dan disampaikan kepada kita:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي

“Wahai Jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)

Wallahu a’lam, semoga sholawat serta salam tercurah untuk nabi kita -sholallahu ‘alaihi wasallam-, keluarga dan pengikutnya sampai akhir zaman.

[Ditulis kembali dengan sedikit tambahan dan perubahan oleh Abu al-Hasan al-Kadiry]

Referensi: Malam Pertama Setelah itu Air mata (Kisah-kisah Mengharukan yang Penuh Pelajaran Keimanan dan Pelembut Hati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar